Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Teori-teori Konflik Sosial

Teori-teori Konflik Sosial

1. Teori Konflik Menurut Lewis A. Coser

Menuru Coser, konflik yang terjadi di masyarakat dikarenakan adanya kelompok lapisan bawah yang semakin mempertanyakan legitimasi dari keberadaan distribusi sumber-sumber langka (Ranjabar, 2013). 

Coser menilai bahwa konflik tidak selalu bersifat negatif, namun konflik dapat mempererat dan menjalin kerukunan dalam suatu kelompok. 

Seuatu kelompok dapat berlangsung lama atau cepat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dikutip dari Ranjabar (2013), ada tiga faktor yang mempengaruhi lama tidaknya suatu konflik di masyarakat, yaitu:

  1. Luas sempitnya tujuan konflik
  2. Adanya pengetahuan maupun kekalahan dalam konflik
  3. Adanya peranan pemimpin dalam memahami biaya konflik dan persuasi pengikutnya.

Konflik dapat menjaga hubungan antarkelompok dan memperkuat kembali identitas kelompok. Adapun manfaat konflik menurut Coser adalah:

  1. Konflik dapat menjadi media untuk berkomunikasi.
  2. Konflik dapat memperkuat solidaritas kelompok
  3. Konflik dengan kelompok lain dapat menghasilkan solidaritas di dalam kelompok tersebut dan solidaritas tersebut dapat mengantarkan kepada aliansi dengan kelompok lain.
  4. Konflik menyebabkan anggota masyarakat yang terisolasi menjadi berperan aktif.

Coser mengelompokkan konflik sosial menjadi dua macam, yaitu konflik realistis dan konflik non-realistis.

a. Konflik Realistis

Dalam Kamus Sosiologi (Haryanta, 2012), konflik realistis ialah konflik yang berasalh dari kekecewaan individual atau kelompok atas tuntutan maupun perkiraan-perkiraan keuntungan yang terjadi dalam hubungan sosial. 

Contoh konflik realistis, misalnya para karyawan yang melakukan pemogokan kerja melawan manajemen perusahaan sebagai aksi menuntut kenaikan gaji.

b. Konflik Non-Realistik

Konflik non-realistis merupakan konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan saingan yang bertentangan, melainkan dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan (Haryanta, 2012). Sebagai contoh konflik non-realistis ialah pada masyarakat buta huruf ada ilmu gaib yang digunakan untuk melakukan pembalasan.

2. Teori Konflik Menurut Karl Marx

Karl Marx memiliki pandangan tentang konflik sosial sebagai pertentangan kelas. Masyarakat yang berada dalam konflik dikuasai oleh kelompok dominan. Adanya pihak yang lebih dominan muncul pihak yang berkuasa dengan pihak yang dikuasai. 

Kedua pihak tersebut memiliki kepentingan yang berbeda atau bertentangan sehingga dapat menimbulkan konflik.

Fakta-fakta menurut pandangan teori Karl Marx (Ranjabar, 2013) antara lain:

  1. Adanya struktur kelas dalam masyarakat
  2. Adanya kepentingan ekonomi yang saling bertentangan di antara orang-orang yang berada dalam kelas yang berbeda.
  3. Adanya pengaruh yang besar dilihat dari kelas ekonomi terhadap gaya hidup seseorang.
  4. Adanya berbagai pengaruh dari konflik kelas dalam menimbulkan perubahan struktur sosial.

Karl Marx dikutip dari Haryanto (2011), menguraikan tentang adanya kelas objektif. Kelas ini dapat dibagi atas kepentingan manifes dan kepentingan laten. Oleh karena itu, setiap sistem sosial harus dikoordinasi dan mengandung kepentingan laten yang sama. Kelompok tersebut biasa dikenal dengan istilah kelompok semu. 

Dalam Kamus Sosiologi (Haryanta, 2012), kelompok semu adalah kelompok yang terdiri atas orang-orang yang sifatnya sementara, tanpa struktur, ikatan, kesadaran, dan aturan. Kelompok semu ini terdiri atas kelompok yang menguasai dan kelompok yang dikuasai.

3. Teori Konflik Menurut Ralf Dahrendorf

Bagaimana pendapat Dahrendorf mengenai konflik sosial? Pada awalnya, Dahrendorf melihat teori konflik sebagai teori parsial yang digunakan untuk menganalisis fenomena sosial. 

Dahrendorf melihat masyarakat memiliki dua sisi yang berbeda, yaitu konflik dan kerja sama. Berdasarkan pemikiran tersebut, Dahrendorf menyempurnakan dan menganalisis dengan fungsionalisme struktural, agar mendapat teori konflik yang lebih baik.

Dehrendorf menggunakan teori perjuangan kelas Marxian untuk membangun teori kelas dan pertentangan kelas dalam masyarakat industri kontemporer. 

Perjuangan kelas dalam masyarakat moderen berada pada pengendalian kekuasaan.

Dehrendorf mengkomunikasikan pemikiran fungsional mengenai struktur dan fungsi masyarakat dengan teori konflik antarkelas sosial. Dehrendorf tidak memandang masyarakat sebagai sebuah hal yang statis, namun dapat berubah oleh adanya konflik di masyarakat.

Sumber:

Modul Sosiologi Kelas XI - Kompetensi Dasar 3.4 dan 4. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Posting Komentar untuk "Teori-teori Konflik Sosial"